Keluhuran Kumbakarna
Kumbakarna adalah
seorang ksatria bangsa Raksasa yang hidup di jaman kejayaan Prabu Sri Rama dari
kerajaan Ayodya. Ayah Kumbakarna adalah seorang resi bernama Begawan Wisrawa,
sedang ibunya adalah Dewi Sukesi, putri seorang raja bernama Prabu Sumali.
Kumbakarna adalah juga adik penguasa negeri Alengka, bernama Prabu Rahwana.
Kumbakarna adalah
seorang patriot. Suatu ketika dia pernah berjasa kepada bangsa Dewa, sehingga
dia diberi kebebasan untuk menentukan pilihan hadiah apa yang diinginkan dari
bangsa Dewa. Adalah Batara Brahma dan Batari Saraswati yang diutus Hyang Guru
untuk menemui Kumbakarna menanyakan apa yang diminta. Diyakini bahwa Kumbakarna
sedianya akan meminta ‘Indrasan’, ungkapan dalam bahasa Sansekerta yang berarti
sebuah keistimewaan untuk menjalani hidup mewah di negeri kahyangan Kaendran,
milik Batara Indra, seperti yang terjadi pada Arjuna beberapa ratus warsa
kemudian.
Tapi Kumbakarna
menjadi salah tingkah dihadapan Dewi Saraswati, lidahnya kelu dan salah
mengucap ‘Nendrasan’, yang berarti tidur panjang. Maka Kumbakarna pun mengalami
tidur panjang. Ketika negeri Alengka kemudian diserang oleh negri Ayodya
dibantu oleh pasukan bangsa Kera, Rahwana kemudian memerintahkan prajuritnya
agar segera membangunkan Kumbakarna. Dibutuhkan sekelompok gajah untuk
menginjak-injak tubuh Kumbakarna agar membuka matanya dari tidur panjang. Dan
perlu disediakan sekeranjang makanan kegemarannya sehingga membuatnya
benar-benar terbangun.
Pertama kali yang
dilakukan Kumbakarna ketika terbangun adalah bicara dengan kakaknya, agar
mengembalikan Shinta. Tapi Rahwana juga memiliki dalih kuat yang justru ingin
melindungi Shinta yang dianggapnya telah diperalat. Apalagi saat itu pasukan
Ayodya sudah hampir menuju pantai negeri Alengka. Maka Kumbakarna pun memimpin
pasukan Alengka di garis depan, bukan dalam rangka membela kakaknya, tapi lebih
kepada membela negerinya yang sedang menghadapi penjajah. Kumbakarna pun
melawan Sri Rama tidak dengan rasa benci, yang dia lakukan hanya dalam rangka
melindungi tumpah darahnya. Semua ksatria Ayodya yang terluka atau mati di
tangan Kumbakarna, dia perlakukan dengan hormat dan menjunjung tinggi sikap
ksatria sebagai sesama patriot.
Panah Sri Rama
memutuskan kedua tangan Kumbakarna. Tapi itu tak menghentikannya. Kumbakarna
tetap menggempur dengan kakinya. Sampai panah Sri Rama memutuskan kedua kaki
itu. Kumbakarna tetap tidak berhenti, tanpa tangan dan kaki dia menggelindingkan
badan kesana kemari menggempur prajurit Ayodya. Panah Sri Rama terakhir menigas
leher Kumbakarna.
Dihari
kematian Kumbakarna pun, Sri Rama mengibarkan gencatan senjata, sebagai
hormatnya kepada Kumbakarna atas keberanian, dan semangat bertempur sebagai
seorang pejuang, yang baru kali itu Sri Rama melihat seorang patriot seperti
Kumbakarna.
motto
- Warisan budaya
nasional atau warisan budaya daerah adalah cermin tingginya peradaban bangsa.
- Melestarikan
budaya nasional warisan leluhur sebagai wujud jati diri dan watak bangsa Indonesiasumber: media seni budaya (wayang) Indonesia